Perkembangan Dinar dan Dirham di Indonesia
Dalam sistem perekonomian, masyarakat tidak bisa terlepas dari transaksi jual beli. Transaksi jual beli bisa dilakukan dengan cara pertukaran mata uang maupun barang (barter). Pada zaman dahulu, mata uang rupiah bukanlah satu-satunya alat transaksi di Indonesia.
Sejak abad ke 14, Indonesia juga menggunakan dinar dan dirham dalam proses jual beli. Bahkan, dinar dan dirham penah dijadikan sebagai mata uang resmi oleh pemerintah. Perkembangan dinar dan dirham di Indonesia terbilang cukup pesat mengingat peredarannya yang mencakup banyak daerah.
Mengenal Dinar dan Dirham
Mungkin masyarakat masa kini masih ada yang tidak terlalu familiar mendengar dinar dan dirham. Dinar merupakan sebuah koin yang memiliki kadar emas 22 karat (91.7%) dengan berat 4.25 gram. Sedangkan dirham adalah koin yang terbuat dari perak murni (99.95%) dengan berat 2.975 gram.
Standar nilai pada dinar dan dirham sudah ditetapkan oleh Rasulullah SAW pada tahun 1 Hijriah dan kemudian marak digunakan pada tahun 18 Hijriah yang dipelopori oleh Khalifah Umar bin Khatab ketika beliau mulai mencetak koin dirham.
Untuk dinar, pertama kali dicetak oleh Khalifah Malik bin Arwan pada tahun 70 Hijriah. Walaupun proses pembuatan dan perkembangan kedua koin tersebut berbeda, namun nilai dan proses penggunaannya tetap mengacu pada ketetapan dari Rasulullah SAW yaitu dengan rasio antara dinar dan dirham sebanyak 7 berbanding 10. Hal ini juga mengacu pada ketentuan di dalam Al-qur’an di mana dinar memiliki nilai tukar lebih besar dari pada dirham.
Perkembangan Dinar dan Dirham di Indonesia
Pada abad ke 14, dinar dan dirham sudah digunakan di beberapa daerah Indonesia seperti, Banten, Cirebon, Demak, Tuban,Gresik, Gowa, Malaka, dan Kepulauan Maluku. Namun, akibat perkembangan sistem perekonomian di Indonesia, dinar dan dirham mulai ditinggalkan dan berganti pada nilai tukar menggunakan uang rupiah.
Pada tahun 1992, perkembangan dinar dan dirham di Indonesia kembali melejit ketika para cendekiawan Indonesia kembali mengusahakan penggunaan dinar dan dirham karena dianggap memiliki banyak sisi positif untuk masyarakat dan keadaan perekonomian bangsa. Namun, hal ini baru benar-benar sukses tercapai pada tahun 2002 di mana banyak kaum Muslim Indonesia mulai menggunakan dinar dan dirham dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun penggunaannya masih terbatas, tetapi penggunaan dinar dan dirham membawa nilai tersendiri bagi kaum Muslim untuk kembali melaksanakan sunnah Nabi yang sempat hilang.
Saat ini, dinar dan dirham hanya diproduksi oleh PT. Aneka Tambang, Tbk. Perusahaan tersebut membuat dinar dan dirham dengan nilai serta ketentuan dari Rasulullah SAW. Selain itu, dinar dan dirham tersebut sudah mendapatkan sertifikat dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan lembaga sertifikasi logam mulia internasional London Market Association (LBMA).
Kelebihan Menggunakan Dinar dan Dirham
Perkembangan dinar dan dirham di Indonesia terbilang cukup spesifik mengingat banyaknya kelebihan dari menggunakan dua koin tersebut, di antaranya:
- Nilai dinar dan dirham yang lebih tinggi dari uang rupiah membuat daya beli pada masyarakat juga menjadi sangat besar. Pada akhir tahun 2009, 1 dirham setara dengan Rp.30.000.
- Dinar dan dirham merupakan sebuat asset nyata yang bernilai. Jadi, ketika suatu saat negara sedang mengalami krisis ekonomi, dinar dan dirham tetap memiliki nilai, tidak seperti rupiah yang bisa menurun kadar nilainya sesuai dengan kondisi perekonomian.
- Dengan adanya dinar dan dirham, kaum Muslim tetap dapat menjalankan syariat Islam.