Memahami Prilaku Produsen Dalam Ekonomi Mikro Islam Dalam Ilmu Ekonomi Islam
Memahami Prilaku Produsen Dalam Ekonomi Mikro Islam | Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksi yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan banyak faktor produksi.
Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah input dengan output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu. Dalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang perilaku produsen dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan efisiensi produksinya.
Produksi dalam perspektif Islam adalah suatu usaha untuk menghasilkan dan menambah daya guna dari suatu barang baik dari sisi fisik materialnya maupun dari sisi moralitasnya, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup manusia sebagaimana yang digariskan dalam agama Islam, yaitu mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Karena pada dasarnya produksi adalah kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen, maka tujuan produksi harus sejalan dengan tujuan konsumsi sendiri yaitu mencapai falah.
Al-Qur’an dan Hadist memberikan arahan mengenai prinsip-prinsip produksi,yaitu sebagai berikut:
Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan bumi dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit berserta segala apa yang ada di antara keduanya karena sifat Rahman dan Rahiim-Nya bkepada manusia. Karenanya sifat tersebut juga harus melandasi aktivitas manusia dalam pemanfaatan bumi dan langit dan segala isinya.
Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf Qardhawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan pada penelitian, eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak membenarkan penuhan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti melepaskan dirinya dari Al-qur’an dan Hadis.
Teknik produksi diserahklan kepada keingunan dan kemampuan manusia. Nabi pernah bersabda:”kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.”
Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan dalam kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karena berdalih dengan ketetapan-Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam agama-agama sealin Islam.
Seseungguhnyan Islam mengingkari itu semua dan menyuruh bekerja dan berbuat, bersikap hati-hati dan melaksanakan selama persyaratan. Tawakal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada Allah SWT. Sebagi pemilik hak prerogatif yang menentukan segala sesuatu setelah segala usaha dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.
Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:
Memproduksikan barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.
Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.
Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan keturunan/kehormatan, serta untuk kemakmuran material.
Produksi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat. Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dan material. Juga terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan tersebut para ahli fiqh memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu, industri, perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang dengannya manusia biasa melaksanakan urusan agama dan dunianya.
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik kualitas spiritual maupun mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaniahnya, kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik mencakup kekuatan fisik,kesehatan, efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam, kualitas rohiah individu mewarnai kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga membina kekuatan rohaniah menjadi unsur penting dalam produksi Islami.
Dalam menghasilkan barang-barang dan jasa dalam proses produksi membutuhkan beberapa faktor-faktor produksi, yaitu alat atau sarana untuk melakukan proses produksi.
Faktor-faktor produksi antara lain:
Sumbet Daya Alam (Tanah)
Qardhawi menjelaskan bahwa alam dan kekayaan yang telah diciptakan Allah,untuk kepentingan manusia ditaklukkan-Nya untuk merealisasikan cita-cita dan tujuan manusia. Tanah merupakan faktor produksi yang penting sebagai sumber daya alam ,yaitu bagaimana membudidayakan tanah secara baik, bagaimana perlunya merubah tanah kosong menjadi kebun-kebun dengan peraturan pengairan,menanaminya dengan tanaman yang baik. Seorang muslim dapat memperoleh milik atas SDA setelah memenuhi kewajibannya terhadap masyarakat.
Tenaga kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua yang dianggap paling penting, karena kekayaan alam dapat berubah menjadi hasil produksi yang bernilai karena jasa tenaga kerja. Keunikan tenaga kerja jika dibandingkan faktor produksi lainnya karena mereka manusia. Sehingga mereka harus diperhatikan.
Bagaimana memberi harga atas tenaga kerja serta bagaimana menghargai unsur-unsur kejiwaan, moralitas dan unsur-unsur kemanusiaan yang lainnya. Tenaga kerja di sini mencakup segala kerja manusia yang diarahkan untuk menghasilkan produksi baik berupa jasa, fisik maupun mental. Hal ini mencakup buruh maupun managerial.
Modal
Modal adalah segala kekayaan baik yang berwujud uang maupun bukan uang (gedung, mesin, perabotan dan kekayaan fisik lainnya) yang dapat digunakan dalam menghasilkan output. Isu terpenting tentang modal ini adalah bagaimana menentukan harganya.
Dimana dalam ekonomi konvensional, bunga merupakan harga dari modal (uang), hal ini bertolak belakang dengan pandangan Islam yang mengharamkan bunga karena dikategorikan riba sehingga harus dihapus secara mutlak. Sebagai gantinya ajaran Islam menawarkan konsep profi-loss sharing yang dipandang lebih mencerminkan nilai-nilai keadilan bagi pelaku ekonomi.
Secara umum konsep ini diimplementasikan dalam konsep mudharabahdan musyarakah. Berbeda dengan bunga dalam sistem ini harga modal dan entrepreneurditentukan bersama berdasarkan persentase keuntungan/kerugian yang akan diterima.