Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ini 6 Etika Konsumsi dalam Sistem Ekonomi Islam

Etika Konsumsi dalam Sistem Ekonomi Islam | Konsumsi merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kegiatan perekonomian. Konsumsi adalah rantai terakhir dari kegiatan ekonomi. Islam sebagai agama yang memberi petunjuk dalam semua lini kehidupan pun sudah mengatur bagaimana seharusnya etika konsumsi dalam ekonomi islam.

Islam mengatur bahwa dalam mengkonsumsi seseorang tidak boleh hanya mementingkah terpenuhinya suatu kebutuhan dengan konsumsi tersebut tetapi juga ada aspek-aspek batasan dan etika konsumsi dalam ekonomi islam yang harus dipenuhi. Batasan dan etika tersebut antara lain tidak boleh terlalu berlebihan dan sebaliknya, juga tak boleh terlalu kikir.

Etika Konsumsi dalam Ekonomi Islam

Beberapa etika konsumsi dalam ekonomi Islam yang harus diperhatikan antara lain:

1. Kewajiban mengkonsumsi yang jelas status kehalalannya

Kewajiban mengkonsumsi sesuatu yang jelas status kehalalannya adalah etika yang pertama. Pada dasarnya segala sesuatu adalah boleh atau mubah dikonsumsi kecuali jika ada dalil atau nash yang sah dan tegas yang menjelaskan keharamannya.

Halal berarti boleh dikonsumsi, dalam hal ini berarti jelas tidak mengandung unsur keharaman baik dari sisi zat atau cara mendapatkannya. Dari sisi zat berarti sesuatu yang kita konsumsi baik makanan, pakaian tidak mengandung bahan-bahan yang diharamkan. Dari sisi cara mendapatkannya berarti memang barang tersebut didapatkan dengan cara yang halal, bukan dengan menipu atau mencuri.

2. Larangan mengkonsumsi yang haram

Sebaliknya, segala sesuatu yang haram wajib hukumnya untuk ditinggalkan. Dalam agama Islam, sesgala sesuatu yang diharamkan disebabkan karena adanya unsur yang membahayakan dan keburukan.

3. Larangan pemborosan

Etika konsumsi dalam ekonomi Islam yang terpenting salah satunya adalah larangan pemborosan. Pemborosan dilarang dalam agama Islam sesuai dengan dalil al-Quran. Larangan pemborosan dalam konsumsi ini mengandung beberapa pelajaran antara lain pendidikan moral, pendidikan sosial, pendidikan kesehatan jasmani dan rohani.

4. Larangan bermewah-mewahan

Bermewah-mewahan biasanya dibarengi dengan pemborosan, sedangkan pemborosan tidak selalu pada hal yang bersifat mewah. Bermewah-mewahan berarti berlebih-lebihan dalam kesenangan pribadi dan untuk memenuhi keinginan dan nafsu yang tidak terlalu penting. Kemewahan dilarang sebab cenderung membuat seseorang tenggelam dalam kenikmatan sehingga melupakan hal-hal ukhrowi.

Ketika seseorang melupakan hal-hal ukhrowi hatinya cenderung jauh dari Allah dan lebih mementingkan hal-hal duniawi yang fana ini. Karena itu larangan bermewah-mewahan menjadi salah satu etika konsumsi dalam ekonomi Islam.

5. Larangan terlalu kikir

Bersikap terlalu kikir dan pelit juga dilarang dalam Islam. Kekikiran dalam hal ini memiliki dua arti. Pertama, kekikiran adalah ketika seseorang tidak mengeluarkan hartanya untuk kebutuhan diri sendiri dan keluarganya sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini seseorang sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan keluarganya tetapi tidak mau.

Ini 6 Etika Konsumsi dalam Sistem Ekonomi Islam

Kedua, kekikiran adalah ketika seseorang tidak membelanjakan hartanya untuk sesuatu yang memiliki tujuan baik dan amal shalih. Sifat kikir ini termasuk salah satu sifat tercela dalam Islam. Sifat kikir mampu membuat seseorang menjadi takut miskin sehingga ujung-ujungnya enggan membelanjakan hartanya di jalan Allah atau berinfak dan bersedekah.

6. Anjuran untuk hidup hemat dan sederhana

Dalam etika konsumsi menurut Islam, yang dianjurkan adalah yang tengah-tengah yaitu hidup hemat dan sederhana. Artinya, mengkonsumsi sesuatu memang karena butuh dan sesuai dengan kemampuan diri. Tidak berlebihan dan bermewah-mewahan tetapi juga tidak kikir dan pelit. Hidup hemat dan sederhana adalah solusi dari agama Islam di antara pilihan boros, mewah dan kikir.

Demikian etika konsumsi dalam ekonomi Islam sebagai panduan anda dalam mengonsumsi. Semoga bermanfaat.